PDM Kabupaten Cianjur - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Cianjur
.: Home > Artikel

Homepage

Muhammadiyah dan Pancasila

.: Home > Artikel > PDM
08 Oktober 2011 11:42 WIB
Dibaca: 3329
Penulis :

Kalau kita mau membaca tulisan-tulisan tentang Muhammadiyah sesungguhnya tidak sulit dicari, karena sudah banyak beredar baik buku maupun artikel tentang Muhammadiyah yang ditulis oleh para pakar baik dari dalam maupun pakar luar negeri, aktivis Muhammadiyah maupun pengamat dari luar Muhammadiyah, atau artikel-artikel khusus maupun buku yang ditulis oleh Kang Haedar Nasir salah seorang senior saya di IPM ( sekarang salah seorang Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah) yang paling produktif menulis tentang Muhammadiyah sehingga untuk saat ini saya berani menyebut beliau sebagai Kamus hidupnya Muhammadiyah, kader militan penjaga gawang ideologi persyarikatan. Tetapi untuk lebih mengingatkan dan meluruskan kembali pandangan beberapa pihak tentang Muhammadiyah dalam kaitannya menerima azas tunggal Pancasila yang katanya karena ikut-ikutan terbawa arus politik saat itu, atau hanya sekedar untuk menyelamatkan persyarikatan supaya tidak dibubarkan, saya berpandangan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar walaupun bisa jadi sebagai salah satu strategi sah-sah saja. Namun yang perlu dipahami adalah bahwa pengalaman Muhammadiyah dalam merespon Undang-Undang No.8 Tahun 1985 tentang Ormas, sehingga sampai pada sikap menerima Pancasila sebagai satu-satunya azas pada waktu itu  dan bahkan mencantumkannya kedalam Anggaran Dasar adalah bukan sekedar mengikuti arus politik yang sedang berkembang, atau hanya formalitas dalam memenuhi ketentuan perundang-undangan, atau hanya sekedar untuk menyelamatkan diri supaya tidak dibubarkan oleh pemerintah. Tetapi ada agenda yang lebih besar yakni karena didorong oleh suatu kesadaran nasional yang tinggi, maka sebagai wujud kontribusi nyata Muhammadiyah dalam memelihara kesatuan dan persatuan bangsa serta sebagai cermin bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pembaharu yang inklusif, yang senantiasa dituntut untuk mengaktualisasi diri ditengah degup perkembangan zaman. Karenanya Muhammadiyah walaupun menerima Pancasila sebagai asas tetapi tidak menghilangkan naskah aslinya yakni berakidah Islam, sehingga dalam anggaran dasar Muhammadiyah tercantum bahwa Muhammadiyah berasas Pancasila dan Berakidah Islam.

Kontribusi Muhammadiyah dalam memelihara kesatuan dan kesatuan bangsa tidak hanya semata diwujudkan dalam penerimaan pancasila sebagai azas, namun dibuktikan juga dengan cara menggunakan Bahasa Indonesia dalam kongres tahun 1923 sementara Organisasi-organisasi lain waktu itu masih menggunakan bahasa daerah bahkan bahasa belanda dalam setiap pertemuannya, dimana penggunaan bahasa Indonesia pada waktu itu memiliki dampak politik penting karena bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, sehingga rasa persatuan dan kesatuan semakin terjalin kuat. Hal itu dilakukan oleh Muhammadiyah jauh sebelum bahasa Indonesia sebagai lingua franca baru dimulai dalam kongres pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

 

Menurut Weinara Sairin salah seorang Pendeta dari Gereja Kristen Pasundan yang menulis tesis tentang Gerakan Pembaharu Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah dalam kaitannya dengan persoalan tentang penerimaan pancasila sebagai azas,  tidak saja mengungkapkan diri sebagai organisasi yang memiliki loyalitas yang sangat tinggi terhadap Negara, masih menurut Weinata bahwa Muhammadiyah juga tidak bisa disangkal sebagai sebuah gerakan eklektis, sehingga dengan sikapnya yang eklektis itu memungkinkan gerakan ini terbuka terhadap kelompok atau golongan lain diluar dirinya bahkan tidak apriori dan dapat menerima gagasan yang datangnya dari luar dirinya, maka dengan sikap eklektisnya itulah Muhammadiyah dapat menerima pancasila sebagai azas organisasi karena tidak bertentangan bahkan terjadi simbiosis mutualisme dengan akidah Islam yang diyakininya. Mars/LIPUT PDM CIANJUR


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : buletin liput

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website